I. Bioetanol.
Bioetanol adalah salah satu sumber bahan bakar terbarukan yang mudah diperoleh. Bioetanol merupakan senyawa alkohol yang diperoleh lewat proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Bahan baku pembuatan bioetanol dapat berupa ubi kayu, jagung, ubi jalar, tebu jagung, jerami, bonggol jagung, kayu, dll. Bahan baku pembuatan bioetanol terdiri dari bahan - bahan yang mengandung karbohidrat, glukosa dan selulosa. Semuanya merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang sangat mudah ditemukan di Indonesia karena iklim dan keadaan tanah Indonesia yang mendukung pertumbuhan tanaman tersebut. Pembuatan bioetanol didasarkan pada penyulingan etanol yang diperoleh dari hasil fermentasi bahan-bahan organik. Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Etanol merupakan zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat bercampur dengan air dengan segala perbandingan.
Bioetanol sering ditulis dengan rumus EtOH.Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O atau rumus bangunnya CH3-CH2-OH. bioetanol merupakan bagian dari kelompok metil (CH3-) yang terangkai pada kelompok metilen (-CH2-) dan terangkai dengan kelompok hidroksil (-OH). Secara umum akronim dari (Bio)Etanol adalah EtOH (Ethyl-(OH))
Bioetanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol.Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari China bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik.
Campuran dari bioetanol yang mendekati kemurnian untuk pertama kali ditemukan oleh Kimiawan Muslim yang mengembangkan proses distilasi pada masa Kalifah Abbasid dengan peneliti yang terkenal waktu itu adalah Jabir ibn Hayyan (Geber), Al-Kindi (Alkindus) dan al-Razi (Rhazes). Catatan yang disusun oleh Jabir ibn Hayyan (721-815) menyebutkan bahwa uap dari wine yang mendidih mudah terbakar. Al-Kindi (801-873) dengan tegas menjelaskan tentang proses distilasi wine. Sedangkan bioetanol absolut didapatkan pada tahun 1796 oleh Johann Tobias Lowitz, dengan menggunakan distilasi saringan arang.
Antoine Lavoisier menggambarkan bahwa bioetanol adalah senyawa yang terbentuk dari karbon, hidrogen dan oksigen.Pada tahun 1808 Nicolas-Théodore de Saussure dapat menentukan rumus kimia etanol.Lima puluh tahun kemudian (1858), Archibald Scott Couper menerbitkan rumus bangun etanol.Dengan demikian etanol adalah salah satu senyawa kimia yang pertama kali ditemukan rumus bangunnya.Etanol pertama kali dibuat secara sintetis pada tahu 1829 di Inggris oleh Henry Hennel dan S.G.Serullas di Perancis. Michael Faraday membuat etanol dengan menggunakan hidrasi katalis asam pada etilen pada tahun 1982 yang digunakan pada proses produksi etanol sintetis hingga saat ini.
Pada tahun 1840 etanol menjadi bahan bakar lampu di Amerika Serikat, pada tahun 1880-an Henry Ford membuat mobil quadrycycle dan sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah dapat menggunakan bioetanol sebagai bahan bakarnya. Namun pada tahun 1920-an bahan bakar dari petroleum yang harganya lebih murah telah menjadi dominan menyebabkan etanol kurang mendapatkan perhatian. Akhir-akhir ini, dengan meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol kembali mendapatkan perhatian dan telah menjadi alternatif energi yang terus dikembangkan.
a. Sifat-Sifat Fisis Etanol (Perry, 1984)
Rumus molekul : C2H5OH
Berat molekul : 46,07 gram / mol
Titik didih pada 1 atm : 78,4°C
Titik beku : -112°C
Bentuk dan warna : cair tidak berwarna
b. Sifat-sifat kimia etanol (Fessenden & Fessenden, 1997)
- Berbobot molekul rendah sehingga larut dalam air
- Diperoleh dari fermentasi gula
- Pembakaran etanol menghasilkan CO2 dan H2O
II. Jenis Mikroba yang Berperan Dalam Pembuatan Bioetanol
Bakteri pada pembuatan bioetanol terbentuk pada proses fermentasi dengan menggunakan yeast. Yeast merupakan fungsi uniseluler yang melakukan reproduksi secara pertunasan (budding) atau pembelahan (fission). Yeast tidak berklorofil tidak berflagella, berukuran lebih besar dari bakteri, tidak dapat membentuk miselium beruukuran bulat, bulat telur, batang, silinder seperti buah jeruk, kadang-kadang dapat mengalami diforfisme, bersifat saprofit, namun ada beberapa yang bersifat parasit yaitu Saccharomyces cerevisiae merupakan yeast yang termaksud dalam kelas Hemiascomycetes, ordo Endomycetales, family saccharoycoideae dan genus saccharomyces.
Jenis mikroba yang dapat digunakan dalam pembuatan bioetanol adalah sebagai berikut :
a. Saccharomyces cerevisiae
Merupakan organism uniseluler yang bersifat makhluk mikroskopis dan disebut sebagai jasad sakarolitik, yaitu menggunakan gula sebagai sumber karbon untuk metabolisme.Saccharomyces cerevisiae mampu menggunakan sejumlah gula diantaranya sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, mannose, maltose dan maltotriosa. Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroba yang paling banyak digunakan pada fermentasi alcohol karena dapat berproduksi tinggi, tahan terhadap kadar alcohol yang tinggi, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan aktivitasnya pada suhu 4-320C.
b. Clostridium thermocellum
Adalah bakteri termofilik yang anaerobik memiliki kemampuan mendegradasi selulosa kompleks ke bentuk etanol. Selain Clostridium thermocellum, bakteri termofilik anaerob lain, Clostridium stercorarium, baru-baru ini diketahui mempunyai pula sifat selulolitik pula. Menutut Viljoen, et al. (1980) bahwa C thermocellum didapat setelah mengisolasi dari kotoran kuda. Bakteri Clostridium thermocellum tersebar luas di alam, habitatnya adalah bahan organik yang di dekomposisi. Clostridium thermocellum dapat pula ditemukan di pengolahan limbah pertanian, saluran pencernaan, lumpur, tanah, dan mata air panas . Clostridium thermocellum dapat tumbuh di lingkungan anaerobiosis dan temperatur termofilik. Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 60-64 °C dan pH optimum berkisar 6,1-7,5.
c. Zymomonas mobilis
Dapat mengubah gula menjadi etanol melalui fermentasi lebih cepat dari ragi dan tahan terhadap konsentrasi etanol yang tinggi. Jadi, akan lebih menguntungkan jika enzim-enzim yang digunakan untuk reaksi hidrolisis pati dan selulosa dapat dimasukkan ke dalam bakteri Zymomonas mobilis, sehinggal gula yang dihasilkan dapat langsung difermentasi menjadi etanol.
III. Pembuatan Etanol
Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Destilasi (Pemurnian).
1. Persiapan bahan baku
Persiapan bahan baku dilakukan untuk mendapatkan glukosa. Glukosa diperoleh melalui 2 tahap yaitu delignifikasi dan hidrolisa. Pada tahap delignifikasi akan menghasilkan selulosa. Selulosa akan diproses lebih lanjut dengan proses hidrolisa sehingga akan dihasilkan glukosa. Untuk bahan molase (tetes) dapat langsung ditambahkan yeast (ragi) tanpa perlu melalui proses delignifikasi dan hidrolisis.
a. Delignifikasi
Dalam proses pembuatan bioetanol lignin merupakan salah satu bagian yang mengayu dari tanaman seperti janggel, kulit keras, biji, bagian serabut kasar, akar, batang dan daun. Lignin mengandung substansi yang kompleks dan merupakan suatu gabungan beberapa senyawa yaitu karbon, hidrogen dan oksigen. Pada tahap delignifikasi ini akan dihasilkan selulosa. Selulosa merupakan polisakarida yang didalamnya mengandung zat-zat gula. Proses pemisahan atau penghilangan lignin dari serat-serat selulosa disebut delignifikasi atau pulping.
Proses pemisahan lignin dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
Cara mekanis
Cara Kimia
Cara Semikimia
b. Hidrolisa
Prinsip dari hidrolisis pati ini pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6). Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada percabangan tertentu. Sedangkan untuk pembuatan etanol dengan bahan baku selulosa, hidrolisisnya meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu: selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya.
Hidrolisis sempurna selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6).Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik.Meskipun demikian, produk akhir etanol yang dimaksudkan merupakan konversi dari glukosa yang didapat baik dari pati maupun selulosa.Di dalam metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa dipaparkan dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu, dan menghasilkan monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa. Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat (H2SO4), asam perklorat, dan HCl. Asam sulfat merupakan asam yang paling banyak diteliti dan dimanfaatkan untuk hidrolisis asam. Hidrolisis asam dapat dikelompokkan menjadi: hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer (Taherzadeh & Karimi, 2007). Hidrolisa merupakan proses antara reaktan dengan menggunakan air supaya suatu persenyawaan pecah atau terurai. Reaksi hidrolisa yaitu :
Zat - zat penghidrolisa ada beberapa rnacam, antara lain :
Air
Asam
Basa
Enzim
2. Fermentasi
Tahap selanjutnya pada produksi bioetanol adalah proses fermentasi. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Fermentasi adalah suatu proses perubahan – peubahan kimia dalam suatu substrat organik yang dapat berlangsung karena aksi katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikrobia – mikrobia tertentu. (Tjokroadikoesoemo, 1986).
Pada proses fermentasi penguraian bahan - bahan karbohidrat tidak menimbulkan bau busuk dan menghasilkan gas karbondioksida. Suatu fermentasi yang busuk merupakan fermentasi yang mengalami kontaminasi.
Reaksi tersebut merupakan dasar dari pembuatan tape, brem, tuak, anggur minuman, bir, roti dan lain – lain. (Winarno, 1984).
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pada proses fermentasi. Proses fermentasi gula menjadi alkohol dengan bantuan ragi tergantung dari faktor – faktor yang mempengaruhi antara lain:
Kadar gula
Hampir semua mikroorganisme dapat memfermentasikan glukosa, fruktosa, sukrosa, dan galaktosa sampai kadar gula optimum, massa sel akan bertambah sesuai dengan kadar oksigen yang tersedia hal ini penting dalam proses pembuatan starter dan ragi roti, konsentrasi gula yang baik antara 10 – 18%, apabila dipergunakan konsentrasi lebih dari 18% akan mengakibatkan pertumbuhan ragi terhambatdan waktu fermentasi lama mengakibatkan banyak guka yang tidak terfermentasi, sehingga hasil alkohol akan rendah begitu jug bila konsentrasi kurang dari 10%, maka alkohol yang dihasilkan juga rendah.(D.Syamsul Bahri,1973)
Suhu
Suhu berpengaruh terhadap proses fermentasi melalui dua hal yaitu: Secara langsung mempengaruhi aktifitas enzim mikroorganisme dan secara tidak langsung mengurangi hasil alkohol karena penguapan, suhu yang baik untuk fermentasi sekitar 31 – 33°C, pertumbuhan mikroorganisme, pembentukan produk, reaksi pertumbuhan mikrobial juga dipengaruhi oleh suhu. Pembentukan produk juga bergantung pada suhu. (E.Gumbira Said,1987)
pH
pH untuk proses fermentasi berkisar 4,5 - 5. pH adalah pH yang cocok untuk saccharomyces cereviseae dan pada pH ini dapat mencegah pertumbuhan bakteri jenis lain. Pertumbuhan organisme sebagian besar sangat peka terhadap perubahan pH, akan tetapi setiap kelompok organisme mempunyai nilai optimum yang tertentu. Pada keasaman dibawah pH 3 proses fermentasi akan berkurang kecepatannya karena adanya aktifitas fermentasi.
Nutrient yang dibutuhkan
Bahan nutrient yang ditambahkan kedalam bahan yang difermentasi adalah zat - zat yang mengandung phosphor dan nitrogen seperti super phosphat, ammonium sulfat, ammonium phosphat, urea, dan lain - lain. Selain itu juga biasa ditambahkan magnesium sulfat. Karena bakteri terdiri dari unsur - unsur C,H,O,N, dan P, maka dapat dipastikan bahwa bila kekurangan unsur - unsur tersebut maka bakteri tidak akan tumbuh dengan baik atau berkembang biak. Hal ini mempengaruhi produk fermentasi, bila nutrient yang ditambahkan terlalu banyak maka akan terjadi kejenuhan yang akan menghambat pertumbuhan sel yang berakibat produk fermentasi terpengaruhi. Waktu fermentasi Waktu fermentasi diperlukan dipengaruhi oleh temperature, konsentrasi gula, dan faktor - faktor lainnya tetapi biasanya waktu yang diperlukan antara 30 - 72 jam.
Yeast tersebut dapat berbentuk bahan murni pada media agar - agar atau dalam bentuk yeast yang diawetkan (dried yeast). Misalnya ragi roti dengan dasar pertimbangan teknik dan ekonomis, maka biasanya sebelum digunakan untuk meragikan gula menjadi alkohol, yeast terlebih dahulu dibuat starter.
Tujuan pembuatan starter adalah :
Memperbanyak jumlah yeast, sehingga yang dihasilkan lebih banyak, reaksi biokimianya akan berjalan dengan baik.
Melatih ketahanan yeast lerhadap kondisi must.
Untuk tujuan tersebut yang perlu diperhatikan adalah zat asam yang terlarut.Karena itu botol pembuatan starter cukup ditutup dengan kapas atau kertas saring, dikocok untuk memberi aerasi. Aerasi ini penting karena pada pembuatan starter tidak diinginkan terjadinya peragian alkohol.
Tahap Fermentasi
1. Alat – alat yang akan digunakan sebelumnya disterilkan terlebih dahulu dalam autoclave dengan suhu 121 °C selama 20 menit.
2. Kemudian ditambahkan nutrisi Ammonium phosphat kedalam larutan hasil hidrolisis sesuai dengan variabel peubah.
3. Untuk menentukan jumlah biomassa awal:
- Siapkan aquadest steril sebanyak 50 ml
- Ambil biakan saccharomyces cereviceae dengan menggunakan ose lalu masukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi air steril 50 ml.
- Ambil 3 ml larutan tersebut masukan dalam tabung spektofotometri dan set panjang gelombang 610 nm dan ukur OD sampai 0,5.
- Siapkan air steril masing - masing 9 ml dalam 5 tabung reaksi.
- Pipet 1 ml hasil larutan yang berisi bakteri saccharomyces cereviceae kedalam tabung reaksi 1 lalu homogenkan, dan beri label 101.
- Dari tabung reaksi pertama ambil 1 ml masukan dalam tabung reaksi ke dua lalu homogenkan, dan beri label 102.
- Pengenceran diteruskan sampai pada tabung ke 5 pada label 105, lalu ambil 1 ml tuangkan ke dalam petridist steril dan tambahkan kurang lebih 10 ml media SDA, goyang searah angka 8 agar tersebar merata dipetrisit dan tidak menumpuk, lalu tumbuhkan selama 1 - 2 hari.
Dan hitung jumlah koloni yang terdapat pada petridist tersebut.
4. Volume hidrolisis yang sudah ditambahkan nutrient ditambahkan juga biakan saccharomyces sebanyak 10% dari volume fermentasi kemudian ditutup rapat.
5. Fermentasi dilakukan sesuai dengan variabel yang telah ditentukan.
3. Pemurnian / Destilasi
Untuk memisahkan alkohol dari hasil fermentasi dapat dilakukan dengan destilasi. Destilasi adalah metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih. Proses ini dilakukan untuk mengambil alkohol dari hasil fermentasi. Destilasi dapat dilakukan pada suhu 80°C, karena titik alkohol 78°C. sedangkan titik didih air 100°C.
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol).
Contoh Pembuatan Bioetanol Dari Beberapa Bahan Baku Kulit Singkong
Kulit singkong (Manihot Esculenta Crantz) yang sebagian besar menjadi limbah dan jarang dimanfaatkan ternyata memiliki nilai lebih ketika diolah menjadi bioetanol. Persentase jumlah limbah kulit singkong bagian luar sebesar 0,5 – 2 % dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar 8 – 15 %. Kandungan pati kulit ubi kayu yang cukup tinggi, memungkinkan digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme. (Nurhayani, dkk., 2000) Pembuatan bioetanol dari kulit singkong dapat dilakukan dengan pemberian ragi atau yeast. Ragi atau yeast akan memfermentasi pati atau amilum menjadi etanol dan CO2.
Cara Pembuatan Bioetanol Dari Bahan Baku Kulit Singkong
Berikut adalah langkah langkah dalam proses pembuatan Bioetanol dari kulit singkong:
Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis singkong dapat dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil.
Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku.
Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless steel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100″C selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental.
Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam langki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong. perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100 juta sel/ml. Sebelum digunakan, Aspergilhis dikuhurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati.
Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17—18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces untuk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebih tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.
Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28—32″C dan pH 4,5—5,5.
Setelah 2—3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6—12% etanol
Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein.
Meski telah disaring, etanol masih bercampur air. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78″C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.
Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100ºC. Pada suhu ilu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati.
Source: here
Bioetanol adalah salah satu sumber bahan bakar terbarukan yang mudah diperoleh. Bioetanol merupakan senyawa alkohol yang diperoleh lewat proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Bahan baku pembuatan bioetanol dapat berupa ubi kayu, jagung, ubi jalar, tebu jagung, jerami, bonggol jagung, kayu, dll. Bahan baku pembuatan bioetanol terdiri dari bahan - bahan yang mengandung karbohidrat, glukosa dan selulosa. Semuanya merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang sangat mudah ditemukan di Indonesia karena iklim dan keadaan tanah Indonesia yang mendukung pertumbuhan tanaman tersebut. Pembuatan bioetanol didasarkan pada penyulingan etanol yang diperoleh dari hasil fermentasi bahan-bahan organik. Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Etanol merupakan zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat bercampur dengan air dengan segala perbandingan.
Bioetanol sering ditulis dengan rumus EtOH.Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O atau rumus bangunnya CH3-CH2-OH. bioetanol merupakan bagian dari kelompok metil (CH3-) yang terangkai pada kelompok metilen (-CH2-) dan terangkai dengan kelompok hidroksil (-OH). Secara umum akronim dari (Bio)Etanol adalah EtOH (Ethyl-(OH))
Bioetanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol.Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari China bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik.
Campuran dari bioetanol yang mendekati kemurnian untuk pertama kali ditemukan oleh Kimiawan Muslim yang mengembangkan proses distilasi pada masa Kalifah Abbasid dengan peneliti yang terkenal waktu itu adalah Jabir ibn Hayyan (Geber), Al-Kindi (Alkindus) dan al-Razi (Rhazes). Catatan yang disusun oleh Jabir ibn Hayyan (721-815) menyebutkan bahwa uap dari wine yang mendidih mudah terbakar. Al-Kindi (801-873) dengan tegas menjelaskan tentang proses distilasi wine. Sedangkan bioetanol absolut didapatkan pada tahun 1796 oleh Johann Tobias Lowitz, dengan menggunakan distilasi saringan arang.
Antoine Lavoisier menggambarkan bahwa bioetanol adalah senyawa yang terbentuk dari karbon, hidrogen dan oksigen.Pada tahun 1808 Nicolas-Théodore de Saussure dapat menentukan rumus kimia etanol.Lima puluh tahun kemudian (1858), Archibald Scott Couper menerbitkan rumus bangun etanol.Dengan demikian etanol adalah salah satu senyawa kimia yang pertama kali ditemukan rumus bangunnya.Etanol pertama kali dibuat secara sintetis pada tahu 1829 di Inggris oleh Henry Hennel dan S.G.Serullas di Perancis. Michael Faraday membuat etanol dengan menggunakan hidrasi katalis asam pada etilen pada tahun 1982 yang digunakan pada proses produksi etanol sintetis hingga saat ini.
Pada tahun 1840 etanol menjadi bahan bakar lampu di Amerika Serikat, pada tahun 1880-an Henry Ford membuat mobil quadrycycle dan sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah dapat menggunakan bioetanol sebagai bahan bakarnya. Namun pada tahun 1920-an bahan bakar dari petroleum yang harganya lebih murah telah menjadi dominan menyebabkan etanol kurang mendapatkan perhatian. Akhir-akhir ini, dengan meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol kembali mendapatkan perhatian dan telah menjadi alternatif energi yang terus dikembangkan.
a. Sifat-Sifat Fisis Etanol (Perry, 1984)
Rumus molekul : C2H5OH
Berat molekul : 46,07 gram / mol
Titik didih pada 1 atm : 78,4°C
Titik beku : -112°C
Bentuk dan warna : cair tidak berwarna
b. Sifat-sifat kimia etanol (Fessenden & Fessenden, 1997)
- Berbobot molekul rendah sehingga larut dalam air
- Diperoleh dari fermentasi gula
- Pembakaran etanol menghasilkan CO2 dan H2O
II. Jenis Mikroba yang Berperan Dalam Pembuatan Bioetanol
Bakteri pada pembuatan bioetanol terbentuk pada proses fermentasi dengan menggunakan yeast. Yeast merupakan fungsi uniseluler yang melakukan reproduksi secara pertunasan (budding) atau pembelahan (fission). Yeast tidak berklorofil tidak berflagella, berukuran lebih besar dari bakteri, tidak dapat membentuk miselium beruukuran bulat, bulat telur, batang, silinder seperti buah jeruk, kadang-kadang dapat mengalami diforfisme, bersifat saprofit, namun ada beberapa yang bersifat parasit yaitu Saccharomyces cerevisiae merupakan yeast yang termaksud dalam kelas Hemiascomycetes, ordo Endomycetales, family saccharoycoideae dan genus saccharomyces.
Jenis mikroba yang dapat digunakan dalam pembuatan bioetanol adalah sebagai berikut :
a. Saccharomyces cerevisiae
Merupakan organism uniseluler yang bersifat makhluk mikroskopis dan disebut sebagai jasad sakarolitik, yaitu menggunakan gula sebagai sumber karbon untuk metabolisme.Saccharomyces cerevisiae mampu menggunakan sejumlah gula diantaranya sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, mannose, maltose dan maltotriosa. Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroba yang paling banyak digunakan pada fermentasi alcohol karena dapat berproduksi tinggi, tahan terhadap kadar alcohol yang tinggi, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan aktivitasnya pada suhu 4-320C.
b. Clostridium thermocellum
Adalah bakteri termofilik yang anaerobik memiliki kemampuan mendegradasi selulosa kompleks ke bentuk etanol. Selain Clostridium thermocellum, bakteri termofilik anaerob lain, Clostridium stercorarium, baru-baru ini diketahui mempunyai pula sifat selulolitik pula. Menutut Viljoen, et al. (1980) bahwa C thermocellum didapat setelah mengisolasi dari kotoran kuda. Bakteri Clostridium thermocellum tersebar luas di alam, habitatnya adalah bahan organik yang di dekomposisi. Clostridium thermocellum dapat pula ditemukan di pengolahan limbah pertanian, saluran pencernaan, lumpur, tanah, dan mata air panas . Clostridium thermocellum dapat tumbuh di lingkungan anaerobiosis dan temperatur termofilik. Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 60-64 °C dan pH optimum berkisar 6,1-7,5.
c. Zymomonas mobilis
Dapat mengubah gula menjadi etanol melalui fermentasi lebih cepat dari ragi dan tahan terhadap konsentrasi etanol yang tinggi. Jadi, akan lebih menguntungkan jika enzim-enzim yang digunakan untuk reaksi hidrolisis pati dan selulosa dapat dimasukkan ke dalam bakteri Zymomonas mobilis, sehinggal gula yang dihasilkan dapat langsung difermentasi menjadi etanol.
III. Pembuatan Etanol
Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Destilasi (Pemurnian).
1. Persiapan bahan baku
Persiapan bahan baku dilakukan untuk mendapatkan glukosa. Glukosa diperoleh melalui 2 tahap yaitu delignifikasi dan hidrolisa. Pada tahap delignifikasi akan menghasilkan selulosa. Selulosa akan diproses lebih lanjut dengan proses hidrolisa sehingga akan dihasilkan glukosa. Untuk bahan molase (tetes) dapat langsung ditambahkan yeast (ragi) tanpa perlu melalui proses delignifikasi dan hidrolisis.
a. Delignifikasi
Dalam proses pembuatan bioetanol lignin merupakan salah satu bagian yang mengayu dari tanaman seperti janggel, kulit keras, biji, bagian serabut kasar, akar, batang dan daun. Lignin mengandung substansi yang kompleks dan merupakan suatu gabungan beberapa senyawa yaitu karbon, hidrogen dan oksigen. Pada tahap delignifikasi ini akan dihasilkan selulosa. Selulosa merupakan polisakarida yang didalamnya mengandung zat-zat gula. Proses pemisahan atau penghilangan lignin dari serat-serat selulosa disebut delignifikasi atau pulping.
Proses pemisahan lignin dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
Cara mekanis
Cara Kimia
Cara Semikimia
b. Hidrolisa
Prinsip dari hidrolisis pati ini pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6). Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada percabangan tertentu. Sedangkan untuk pembuatan etanol dengan bahan baku selulosa, hidrolisisnya meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu: selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya.
Hidrolisis sempurna selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6).Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik.Meskipun demikian, produk akhir etanol yang dimaksudkan merupakan konversi dari glukosa yang didapat baik dari pati maupun selulosa.Di dalam metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa dipaparkan dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu, dan menghasilkan monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa. Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat (H2SO4), asam perklorat, dan HCl. Asam sulfat merupakan asam yang paling banyak diteliti dan dimanfaatkan untuk hidrolisis asam. Hidrolisis asam dapat dikelompokkan menjadi: hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer (Taherzadeh & Karimi, 2007). Hidrolisa merupakan proses antara reaktan dengan menggunakan air supaya suatu persenyawaan pecah atau terurai. Reaksi hidrolisa yaitu :
Zat - zat penghidrolisa ada beberapa rnacam, antara lain :
Air
Asam
Basa
Enzim
2. Fermentasi
Tahap selanjutnya pada produksi bioetanol adalah proses fermentasi. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Fermentasi adalah suatu proses perubahan – peubahan kimia dalam suatu substrat organik yang dapat berlangsung karena aksi katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikrobia – mikrobia tertentu. (Tjokroadikoesoemo, 1986).
Pada proses fermentasi penguraian bahan - bahan karbohidrat tidak menimbulkan bau busuk dan menghasilkan gas karbondioksida. Suatu fermentasi yang busuk merupakan fermentasi yang mengalami kontaminasi.
Reaksi tersebut merupakan dasar dari pembuatan tape, brem, tuak, anggur minuman, bir, roti dan lain – lain. (Winarno, 1984).
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pada proses fermentasi. Proses fermentasi gula menjadi alkohol dengan bantuan ragi tergantung dari faktor – faktor yang mempengaruhi antara lain:
Kadar gula
Hampir semua mikroorganisme dapat memfermentasikan glukosa, fruktosa, sukrosa, dan galaktosa sampai kadar gula optimum, massa sel akan bertambah sesuai dengan kadar oksigen yang tersedia hal ini penting dalam proses pembuatan starter dan ragi roti, konsentrasi gula yang baik antara 10 – 18%, apabila dipergunakan konsentrasi lebih dari 18% akan mengakibatkan pertumbuhan ragi terhambatdan waktu fermentasi lama mengakibatkan banyak guka yang tidak terfermentasi, sehingga hasil alkohol akan rendah begitu jug bila konsentrasi kurang dari 10%, maka alkohol yang dihasilkan juga rendah.(D.Syamsul Bahri,1973)
Suhu
Suhu berpengaruh terhadap proses fermentasi melalui dua hal yaitu: Secara langsung mempengaruhi aktifitas enzim mikroorganisme dan secara tidak langsung mengurangi hasil alkohol karena penguapan, suhu yang baik untuk fermentasi sekitar 31 – 33°C, pertumbuhan mikroorganisme, pembentukan produk, reaksi pertumbuhan mikrobial juga dipengaruhi oleh suhu. Pembentukan produk juga bergantung pada suhu. (E.Gumbira Said,1987)
pH
pH untuk proses fermentasi berkisar 4,5 - 5. pH adalah pH yang cocok untuk saccharomyces cereviseae dan pada pH ini dapat mencegah pertumbuhan bakteri jenis lain. Pertumbuhan organisme sebagian besar sangat peka terhadap perubahan pH, akan tetapi setiap kelompok organisme mempunyai nilai optimum yang tertentu. Pada keasaman dibawah pH 3 proses fermentasi akan berkurang kecepatannya karena adanya aktifitas fermentasi.
Nutrient yang dibutuhkan
Bahan nutrient yang ditambahkan kedalam bahan yang difermentasi adalah zat - zat yang mengandung phosphor dan nitrogen seperti super phosphat, ammonium sulfat, ammonium phosphat, urea, dan lain - lain. Selain itu juga biasa ditambahkan magnesium sulfat. Karena bakteri terdiri dari unsur - unsur C,H,O,N, dan P, maka dapat dipastikan bahwa bila kekurangan unsur - unsur tersebut maka bakteri tidak akan tumbuh dengan baik atau berkembang biak. Hal ini mempengaruhi produk fermentasi, bila nutrient yang ditambahkan terlalu banyak maka akan terjadi kejenuhan yang akan menghambat pertumbuhan sel yang berakibat produk fermentasi terpengaruhi. Waktu fermentasi Waktu fermentasi diperlukan dipengaruhi oleh temperature, konsentrasi gula, dan faktor - faktor lainnya tetapi biasanya waktu yang diperlukan antara 30 - 72 jam.
Yeast tersebut dapat berbentuk bahan murni pada media agar - agar atau dalam bentuk yeast yang diawetkan (dried yeast). Misalnya ragi roti dengan dasar pertimbangan teknik dan ekonomis, maka biasanya sebelum digunakan untuk meragikan gula menjadi alkohol, yeast terlebih dahulu dibuat starter.
Tujuan pembuatan starter adalah :
Memperbanyak jumlah yeast, sehingga yang dihasilkan lebih banyak, reaksi biokimianya akan berjalan dengan baik.
Melatih ketahanan yeast lerhadap kondisi must.
Untuk tujuan tersebut yang perlu diperhatikan adalah zat asam yang terlarut.Karena itu botol pembuatan starter cukup ditutup dengan kapas atau kertas saring, dikocok untuk memberi aerasi. Aerasi ini penting karena pada pembuatan starter tidak diinginkan terjadinya peragian alkohol.
Tahap Fermentasi
1. Alat – alat yang akan digunakan sebelumnya disterilkan terlebih dahulu dalam autoclave dengan suhu 121 °C selama 20 menit.
2. Kemudian ditambahkan nutrisi Ammonium phosphat kedalam larutan hasil hidrolisis sesuai dengan variabel peubah.
3. Untuk menentukan jumlah biomassa awal:
- Siapkan aquadest steril sebanyak 50 ml
- Ambil biakan saccharomyces cereviceae dengan menggunakan ose lalu masukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi air steril 50 ml.
- Ambil 3 ml larutan tersebut masukan dalam tabung spektofotometri dan set panjang gelombang 610 nm dan ukur OD sampai 0,5.
- Siapkan air steril masing - masing 9 ml dalam 5 tabung reaksi.
- Pipet 1 ml hasil larutan yang berisi bakteri saccharomyces cereviceae kedalam tabung reaksi 1 lalu homogenkan, dan beri label 101.
- Dari tabung reaksi pertama ambil 1 ml masukan dalam tabung reaksi ke dua lalu homogenkan, dan beri label 102.
- Pengenceran diteruskan sampai pada tabung ke 5 pada label 105, lalu ambil 1 ml tuangkan ke dalam petridist steril dan tambahkan kurang lebih 10 ml media SDA, goyang searah angka 8 agar tersebar merata dipetrisit dan tidak menumpuk, lalu tumbuhkan selama 1 - 2 hari.
Dan hitung jumlah koloni yang terdapat pada petridist tersebut.
4. Volume hidrolisis yang sudah ditambahkan nutrient ditambahkan juga biakan saccharomyces sebanyak 10% dari volume fermentasi kemudian ditutup rapat.
5. Fermentasi dilakukan sesuai dengan variabel yang telah ditentukan.
3. Pemurnian / Destilasi
Untuk memisahkan alkohol dari hasil fermentasi dapat dilakukan dengan destilasi. Destilasi adalah metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih. Proses ini dilakukan untuk mengambil alkohol dari hasil fermentasi. Destilasi dapat dilakukan pada suhu 80°C, karena titik alkohol 78°C. sedangkan titik didih air 100°C.
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol).
Contoh Pembuatan Bioetanol Dari Beberapa Bahan Baku Kulit Singkong
Kulit singkong (Manihot Esculenta Crantz) yang sebagian besar menjadi limbah dan jarang dimanfaatkan ternyata memiliki nilai lebih ketika diolah menjadi bioetanol. Persentase jumlah limbah kulit singkong bagian luar sebesar 0,5 – 2 % dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar 8 – 15 %. Kandungan pati kulit ubi kayu yang cukup tinggi, memungkinkan digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme. (Nurhayani, dkk., 2000) Pembuatan bioetanol dari kulit singkong dapat dilakukan dengan pemberian ragi atau yeast. Ragi atau yeast akan memfermentasi pati atau amilum menjadi etanol dan CO2.
Cara Pembuatan Bioetanol Dari Bahan Baku Kulit Singkong
Berikut adalah langkah langkah dalam proses pembuatan Bioetanol dari kulit singkong:
Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis singkong dapat dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil.
Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku.
Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless steel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100″C selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental.
Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam langki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong. perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100 juta sel/ml. Sebelum digunakan, Aspergilhis dikuhurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati.
Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17—18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces untuk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebih tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.
Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28—32″C dan pH 4,5—5,5.
Setelah 2—3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6—12% etanol
Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein.
Meski telah disaring, etanol masih bercampur air. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78″C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.
Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100ºC. Pada suhu ilu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati.
Source: here
Comments
Post a Comment